bisnis online

Saturday, September 27, 2008

Mudik - Silaturahim - Hunting Lokasi Budidaya

Dalam beberapa tulisan saya terdahulu, saya sampaikan untuk budidaya porang, memerlukan lahan dengan spesifikasi khusus baik mengenai tekstur tanah, tanaman tegakan, aliran air, maupun kondisi musim tanam hingga panen.
Juga sudah saya sampaikan perhitungan investasi yang diperlukan untuk mempersiapkan lahan, bibit, pupuk, maupun tenaga kerja penanaman hingga panen dan pasca panen.
Tetapi di luar itu semua, satu hal yang cukup saya pahami adalah, para pembaca tulisan-tulisan di blog saya ini adalah orang-orang kota, profesional kerah putih, ataupun pebisnis - yang tidak terbayang di lahan mana anda bisa memulai budidaya porang, seperti yang saya paparkan sebelumnya.
Lebaran kali ini, haruslah menjadi momen yang istimewa buat anda, yang berminat untuk berinventasi dalam budidaya porang. Kenapa begitu ?
Dalam momen mudik lebaran, anda berkesempatan untuk berkunjung ke keluarga di desa - dengan kondisi lingkungan, lahan, tanaman tegakan yang lebih mungkin tersedia - daripada di kota.
Temukan lahan dengan kondisi yang sesuai, syukur-syukur milik famili sendiri, sehingga nantinya hitung-hitungan bagi hasil tidak terlalu rumit.
Ketika sudah menemukan, jangan lupa untuk melakukan prospek, dengan mengenalkan tanaman baru ini - bisa jadi mereka belum mengenal porang sebagai tanaman budidaya bernilai ekonomi tinggi - potensi penjualan, teknologi tanam, dan pasca panen, serta pemasarannya.
Ingat, keuntungan ekonomis semata bukan target akhir dari proyek anda, tetapi lebih jauh lagi adalah simbiosis mutualisme antara anda sebagai investor dengan mereka sebagai pemilik lahan dengan tanaman keras yang produktif dalam waktu lama.
Selamat berburu - dan berbisnis.. Selamat lebaran.. !!

Monday, September 15, 2008

"Virus Porang" - Strategi untuk Menjamin Pasokan dari Lahan Sempit Anda

Permasalahan niaga porang yang mulai kritis dan mendesak untuk ditangani adalah, ketersediaan pasokan, baik secara jumlah maupun kontinuitas stock. Dari artikel di http://www.kapanlagi.com/h/0000181669.html, terungkap permintaan pasar luar negeri sebesar 104 ton baru bisa dipenuhi 24 ton, pada tahun 2007. Kalaupun tahun 2008 ini kapasitas sudah meningkat, rasanya tidak lebih dari 48ton (200% dari kapasitas tahun 2007), itupun baru mencukupi 46% permintaan dan dengan asumsi permintaan pasar tidak meningkat lagi. Selain artikel di atas, telepon/sms/email yang masuk, cukup membuktikan tingginya demand saat ini.

Mengingat musim panen hanya 3-4 bulan dalam satu tahun dengan kapasitas jauh di bawah permintaan, saya rasa sekaranglah waktunya untuk menyebarkan "virus porang". Tujuan ganda dari virus ini adalah, menjamin pasokan porang dengan harga yang logis (ingat, demand tinggi sementara supply kurang, bisa menciptakan harga semu, dan jika harga sudah tidak masuk akal, kompetitor dari China, Thailand dan India pasti dengan mudah mengisi pasar), yang kedua adalah - tentu saja - aspek sosial yaitu perekonomian petani sebagai penggarap dan pemilik lahan bisa meningkat.

Cara menyebarkan virus ini, tidak terlalu rumit. Di tahun pertama, gunakan seberapapun lahan yang anda miliki, asal memenuhi persyaratan tanam, belilah bibit secukupnya, dan tanamlah di lahan anda. Sambil menanam - ini yang paling penting dari penyebaran virus ini - jawab pertanyaan dari para petani tentang apa yang anda tanam, bagaimana potensi penjualannya, dan sebagainya, point utama yang harus disampaikan adalah harga lebih tinggi dari gaplek kering (sekarang ini harga gaplek terakhir adalah Rp 1.050/kg - sementara porang basah anda beli seharga Rp 1.250 pun anda sudah untung), dan pada musim mendatang anda bisa memberikan mereka bibit sekaligus membeli hasil panen mereka. Petani hanya perlu menyediakan lahan, pupuk kandang, menanam dan memanen porang.

Di musim depan, pastikan anda bisa mencukupi permintaan bibit, sehingga anda bisa memberikan bibit katak/bulbil hasil dari panenan anda sendiri kepada petani. (sementara anda sudah panen umbi dan buktikan kalau laku hasilnya laku dijual). Musim berikutnya, beli panenan mereka (berapapun ukuran umbi yang dihasilkan dari katak), sortir , yang cukup besar silahkan dirajang menjadi chips (tetapi biasanya usia 1 tahun belum cukup besar), yang masih kecil siap untuk bibit umbi. Pada saat ini, katak/bulbil dari petani tidak perlu anda beli, karena katak tersebut yang bisa mereka gunakan untuk bibit, tanpa anda beri lagi.

Sedangkan umbi kecil dari petani pertama, anda berikan kepada petani lain, gratis, untuk ditanam di lahan mereka, dengan syarat harus dijual kembali kepada anga. Sementara petani yang pertama tadi sudah memiliki katak untuk ditanam.

Begitu seterusnya. Dengan metoda bibit bergulir semacam ini, paling tidak anda sudah menularkan "Virus Porang" kepada para petani di daerah anda. Dan mulai akhir tahun kedua, Insya Allah, pasokan porang anda sudah cukup banyak,ajeg dan terus berkembang melebihi kapastias lahan yang anda miliki sendiri.

Tuesday, September 9, 2008

Sebuah Impian - Membangun Kemitraan Petani - Corporate

Gara-gara iklan saya di Indonetwork belasan orang mengontak saya, baik via telepon, SMS, atau email, menanyakan stok keripik porang. Terakhir kemarin sore, seorang bapak yang mengaku memiliki pabrik pengolahan konnyaku di Surabaya menelepon menanyakan stok yang saya punyai. Beliau menyebutkan harga beli chips yang bisa diterima - masih di bawah harga terakhir saya menjual ke pengepul - berikut "peraturan-peraturan" kualitas untuk bisa diterima. Sekilas mendengar peraturan beliau, saya yakin tidak bisa memenuhi kriteria yang ditentukan - karena standard kualitas yang diminta agak aneh, yaitu setelah kering hasil chips porang harus berwarna kuning. Selama ini - setahu saya - baik dengan pemanasan matahari atau dengan oven, hasilnya sama-sama putih cerah. Jadi bagi saya, hasil chips porang bewarna kuning setelah kering, adalah hal yang baru, kalau ada pembaca yang lebih tahu mungkin bisa share.

Terlepas dari konteks pembicaraan di atas, bulan-bulan ini sudah cukup jauh waktunya dengan musim panen porang di bulan Mei - Juli. Sebenarnya panen bukan dengan patokan bulan tersebut, tetapi lebih tepat jika ditandai dengan permulaan musim kemarau dimana batang porang layu dan mengering. Jadi saat ini pun, jika masih ada umbi porang yang belum dipanen, masih bisa dilakukan pemanenan sekaligus menjemurnya di bawah terik matahari - tetapi hati-hati, karena hujan sesekali sudah turun.

Mengingat rendahnya kapasitas produksi kita pertahun, sudah sangat mendesak untuk memperluas Dan mengintensifkan budidaya porang di lahan-lahan yang sesuai. Tarik ulur yang terjadi adalah, warga sekitar hutan, tidak akan pernah cukup uang untuk membeli bibit. Terlihat bahwa mereka berada dalam jebakan kemiskinan turun temurun yang tidak akan pernah ada solusinya.

Di tengah gencarnya perusahaan-perusahaan besar membangun brand image dengan meluncurkan berbagai program Corporate Social Responsibility, saya kira inilah waktu yang tepat untuk membangun jembatan CSR tersebut ke pintu yang tepat, sehingga bantuan yang diberikan bisa menumbuhkan kemandirian.

Kemungkinan lain misalnya dengan cara inti - plasma. Perusahaan-perusahaan consumer goods yang menggunakan konnyaku sebagai bahan baku, bisa memperoleh pasokan yang kontinyu, kualitas terjaga Dan yang pasti dengan harga murah. Dengan cara membina petani plasma di kantong-kantong sekitar hutan,dengan menjamin penyediaan bibit, pupuk, dan jaminan penyerapan hasil panen.

Dalam kalkulasi saya, dari satu hektar lahan, bisa dihasilkan sampai 3,5 ton tepung konnyaku dalam satu kali panen. Dimana biaya investasi akan kembali sejak tahun pertama panen, dengan keuntungan akan tumbuh sampai 600% di tahun kedua. Nah siapa yang akan memulai?