Mencermati iklan internet, baik di situs perdagangan, iklan baris, forum, blogs berbahasa Indonesia, maupun situs-situs resmi institusi pemerintah - seperti perhutani dan pemda, saya berani menyimpulkan bahwa semakin banyak mata tertuju ke bisnis dan budidaya porang/Iles-iles. Tanaman bernama latin Amorphophallus Onchophillus ini layak dimasukkan dalam kriteria the rising business commodity.
Meskipun menurut informasi dari pelaku budidaya porang di KPH Saradan, mereka sudah memulai budidaya porang secara mandiri sejak tahun 80an, pola kemitraan, pembinaan dan MOU dengan Perhutani sebagai pemilik lahan baru dilakukan mulai tahun 90an. Dalam kerjasama tersebut Perhutani mengambil keuntungan dari kelestarian hutan produksi yang menghasilkan kayu - produk utama Perhutani - yang turut dijaga oleh warga pesanggem dari sekitar hutan, dalam wadah LMDH.
Internet memberikan dampak luar biasa sebagai sarana komunikasi dan jalur informasi bisnis - bahkan untuk bisnis berbasis agroforestry sekalipun. Ditandai dengan artikel di situs trubus-online pada edisi Juni 2007, yang mengupas bisnis porang secara budidaya yang dilakukan oleh LMDH Klangon Saradan Jawa Timur dan di Makasar yang dilakukan dengan "meramu" - memanen langsung porang yang tumbuh liar di hutan. Sejak itu terlihat perkembangan yang luar biasa. Informasi mengenai porang/Iles-iles begitu booming di internet.
Situs bisnis indonesia - indonetwork.co.id mencatat pengiklan yang bergabung dan menawarkan porang baik dalam bentuk basah maupun kering, bermunculan sejak Agutus 2007. Tercatat pelaku-pelaku bisnis dari Kendal, Semarang, Purwodadi, Kudus, Pati,Solo, Sukoharjo di Jawa Tengah, dan dari Madiun, Trenggalek, Pacitan, Jombang, Jember, Banyuwangi, Surabaya di Jawa Timur. Sedangkan dari area barat terlihat pelaku dari Bandung, Tasikmalaya, hingga Aceh, yang terlihat turut meramaikan bursa di internet dengan penawaran jual / beli komiditi tersebut.
Melihat potensi ini, alangkah baiknya jika dilakukan pertemuan atau paling tidak pembicaraan dalam semacam asosiasi. Yang paling utama adalah bersama mengangkat Porang / Iles-iles sebagai komoditas unggulan yang potensial, kemudian memperkuat basis budidaya, memperbesar kapasitas produksi, membuka peluang-peluan pasar baru, dan bahkan - bukannya tidak mungkin - memperbaiki posisi tawar terhadap buyer.
Berawal dari gagasan memperkenalkan budidaya porang/iles-iles, sebagai salah satu komoditi andalan masyarakat desa, saya menyadari potensi pedesaan dan masyarakatnya yang bisa dikembangkan menjadi suatu kekuatan ekonomi yang-Insya Allah- sustainable. Kita harus menjawab satu demi satu persoalan yang timbul di pedesaan, dan bersama mencari jalan keluarnya. Kenapa kita? Karena hanya secara bersama-sama kita bisa menguaikan persoalan melalui langkah-langkah yang sistematis dan saling melengkapi.
Showing posts with label Perhutani. Show all posts
Showing posts with label Perhutani. Show all posts
Monday, August 25, 2008
Friday, August 22, 2008
Budidaya Porang di Lahan Perorangan - Simbiosis Mutualisme

Menurut istilah, simbiosis mutualisme adalah hubungan dua pihak atau lebih yang saling menguntungkan. Keuntungan yang diberikan bisa berupa keuntungan langsung, maupun tidak langsung. Tetapi tetap saja ada keuntungan yang bisa diambil oleh masing-masing pihak. Dalam buku-buku teks, seringkali dicontohkan hubungan antara kerbau dengan burung jalak – sering dikenal dengan jalak kerbau. Dimana burung jalak memakan kutu di punggung atau kulit kerbau. Dalam hubungan ini si burung jalak memperoleh makanan, sebagai pengobat lapar, sedangkan di kerbau memperoleh keuntungan karena gangguan yang ditimbulkan oleh kutu – otomatis hilang karena si kutu sudah dimakan burung. Sepertinya cerita seperti ini, sudah susah sekali dipahami orang apalagi anak-anak jaman sekarang.Bisa dihitung berapa anak kota yang bisa membedakan kerbau sama kambing, apalagi mengerti yang namanya burung jalak.
Hutan rakyat atau lahan perorangan yang ditanami dengan tanaman keras, biasanya memang ditanam dengan tujuan akan dipanen kayunya, seperti jati, sengon, mahoni dan sebagainya. Perawatan yang diberikan kepada tanaman ini minim sekali, paling banter adalah menimbun pupuk di pangkal pohon jati, atau mencangkul tanah di sekitar pohon untuk ditimbunkan di pangkal pohonnya. Karena untuk melakukan hal-hal tersebut, pasti diperlukan usaha khusus, seringkali tanaman dibiarkan begitu saja tanpa perawatan, hingga waktunya dipanen.
Budidaya porang memerlukan tanaman keras sebagai tegakan yang melindungi porang dari sinar matahari langsung. Sebenarnya, kerapatan pohon atau keteduhan daun lahan yang akan ditanami tidak harus terlalu rapat dan keteduhan yang diberikanpun hanya minimal sekali, yang penting, pada saat matahari terik bersinar di tengah hari, daun porang bisa terlindung dari sinarnya. Karena jika tidak, daun akan layu dan tanaman tidak akan tumbuh optimal, bahkan mati.
Porang yang dibudidayakan di hutan rakyat atau lahan perorangan, disarankan untuk ditanam dalam galian dengan ukuran tertentu, diberikan pupuk – terutama pupuk kandang dengan komposisi tertentu dan diperlukan sesekali penyiangan terhadap rumput gulma.
Tanah yang digali untuk ditanami, menyebabkan tanah kaya oksigen dan membuatnya menjadi gembur. Pupuk yang diberikan untuk porang, secara tidak sengaja – sebagian akan ikut terserap oleh perakaran tanaman tegakan, sehingga baik porang maupun tanaman tegakannya akan memperoleh manfaat dari pupuk tersebut. Penyiangan rumput di sekitar tanaman porang tentu saja akan menghilangkan gangguan – mengurangi perebutan unsur hara antara tanaman utama dengan penganggu. Jadilah, pola penanaman tumpangsari porang di bawah tanaman tegakan akan bekerja simbiosis mutualisme antara pemilik lahan dengan petani porang, layaknya kerbau dengan burung jalak.
Hutan rakyat atau lahan perorangan yang ditanami dengan tanaman keras, biasanya memang ditanam dengan tujuan akan dipanen kayunya, seperti jati, sengon, mahoni dan sebagainya. Perawatan yang diberikan kepada tanaman ini minim sekali, paling banter adalah menimbun pupuk di pangkal pohon jati, atau mencangkul tanah di sekitar pohon untuk ditimbunkan di pangkal pohonnya. Karena untuk melakukan hal-hal tersebut, pasti diperlukan usaha khusus, seringkali tanaman dibiarkan begitu saja tanpa perawatan, hingga waktunya dipanen.
Budidaya porang memerlukan tanaman keras sebagai tegakan yang melindungi porang dari sinar matahari langsung. Sebenarnya, kerapatan pohon atau keteduhan daun lahan yang akan ditanami tidak harus terlalu rapat dan keteduhan yang diberikanpun hanya minimal sekali, yang penting, pada saat matahari terik bersinar di tengah hari, daun porang bisa terlindung dari sinarnya. Karena jika tidak, daun akan layu dan tanaman tidak akan tumbuh optimal, bahkan mati.
Porang yang dibudidayakan di hutan rakyat atau lahan perorangan, disarankan untuk ditanam dalam galian dengan ukuran tertentu, diberikan pupuk – terutama pupuk kandang dengan komposisi tertentu dan diperlukan sesekali penyiangan terhadap rumput gulma.
Tanah yang digali untuk ditanami, menyebabkan tanah kaya oksigen dan membuatnya menjadi gembur. Pupuk yang diberikan untuk porang, secara tidak sengaja – sebagian akan ikut terserap oleh perakaran tanaman tegakan, sehingga baik porang maupun tanaman tegakannya akan memperoleh manfaat dari pupuk tersebut. Penyiangan rumput di sekitar tanaman porang tentu saja akan menghilangkan gangguan – mengurangi perebutan unsur hara antara tanaman utama dengan penganggu. Jadilah, pola penanaman tumpangsari porang di bawah tanaman tegakan akan bekerja simbiosis mutualisme antara pemilik lahan dengan petani porang, layaknya kerbau dengan burung jalak.
Thursday, August 14, 2008
Tanaman Porang - Kenali Dia
Kenali dirimu sendiri, lalu kalahkan musuhmu , Pakar Perang Sun Tsu pernah bilang gitu, dan sering dikutip para penulis. Mungkin kurang tepat untuk diterapkan di bisnis porang - tapi maksa dikit kan gapapa :p.
Sebelum memulai bisnis ini, wajib bagi anda untuk mengenali barangnya porang itu seperti apa. Bukan apa-apa, karena ada seorang kenalan yang keliru, akibatnya merugi gara-gara dia tidak mengenali produk yang dia usahakan. Ceritanya si doi sudah mulai budidaya dengan lahan seluas hampir satu hektar (dia ga cerita habis duit berapa), sudah membina masyarakat dekat hutan (ditanam di hutan perhutani), sudah beberapa musim ditanam dan tinggal panen. Tapi baru tahu kalau yang dia tanam tidak laku, karena dia menanam --- Suweg.
Jadi, iles-iles atau porang ini adalah, seperti foto di samping ini. Di beberapa literatur, batangnya dibilang bisa mencapai 1,5 m. Tetapi foto disamping ini bukan rekayasa, atau bukan orangnya yang pendek. Faktanya, jika tanah subur dan lingkungan mendukung, batang porang bisa mencapai 2 meteran lebih.
Batang porang belang-belang hijau putih, kadang ada juga bintik hitamnya. Secara sepintas memang mirip sekali dengan saudara sepupunya, suweg. Nah yang paling gampang digunakan untuk membedakan antara porang dengan suweg adalah, jika kita lihat di daunnya. Kalau di pangkal daunnya tidak ada umbi kecil seperti kutil, bisa dipastikan itu bukan porang. Karena di daun porang terdapat umbi anakan yang dikenal sebagai bulbil/katak, yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif.
Selanjutnya pembeda terakhir adalah umbi. Umbi porang basah berwarna kuning, hampir sekuning kunyit. Dan bisa dibilang warna kuningnya kelihatan sekali, tidak tersamar. Kalau sudah dalam bentuk irisan, dan keringnya sempurna, keripik porang berwarna putih cerah, sekilas ada kerlip-kerlip seperti kaca, tesktur seratnya halus sekali. Kadang ada kesulitan untuk membedakan dengan irisan umbi lain kalau sudah dalam bentuk irisan kering. Kalau iles-iles hutan dan suweg, teskturnya kasar, seratnya besar-besar.
Nah, bagi anda yang baru memulai, semoga tidak salah.

Jadi, iles-iles atau porang ini adalah, seperti foto di samping ini. Di beberapa literatur, batangnya dibilang bisa mencapai 1,5 m. Tetapi foto disamping ini bukan rekayasa, atau bukan orangnya yang pendek. Faktanya, jika tanah subur dan lingkungan mendukung, batang porang bisa mencapai 2 meteran lebih.
Batang porang belang-belang hijau putih, kadang ada juga bintik hitamnya. Secara sepintas memang mirip sekali dengan saudara sepupunya, suweg. Nah yang paling gampang digunakan untuk membedakan antara porang dengan suweg adalah, jika kita lihat di daunnya. Kalau di pangkal daunnya tidak ada umbi kecil seperti kutil, bisa dipastikan itu bukan porang. Karena di daun porang terdapat umbi anakan yang dikenal sebagai bulbil/katak, yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif.
Selanjutnya pembeda terakhir adalah umbi. Umbi porang basah berwarna kuning, hampir sekuning kunyit. Dan bisa dibilang warna kuningnya kelihatan sekali, tidak tersamar. Kalau sudah dalam bentuk irisan, dan keringnya sempurna, keripik porang berwarna putih cerah, sekilas ada kerlip-kerlip seperti kaca, tesktur seratnya halus sekali. Kadang ada kesulitan untuk membedakan dengan irisan umbi lain kalau sudah dalam bentuk irisan kering. Kalau iles-iles hutan dan suweg, teskturnya kasar, seratnya besar-besar.
Nah, bagi anda yang baru memulai, semoga tidak salah.
Friday, August 8, 2008
Kapan Memulai ? Memilih Kesempatan Setahun Sekali

Porang / Iles-iles / Amorphophallus Onchophillus adalah tanaman semusim. Tanaman ini terdiri dari batang asli yang tertanam di dalam tanah, lebih dikenal sebagai umbi, dan batang semu yang muncul dan tumbuh pada musim hujan. Munculnya batang semu sudah saya sampaikan dalam tulisan lain di blog ini.
Seperti yang sudah saya paparkan pada tulisan yang lain mengenai potensi budidaya dan bisnis porang pada lahan perorangan , porang begitu menjanjikan, karena memanfaatkan lahan tidak produktif di bawah tegakan induk. Dalam arti lain, budidaya porang berarti melakukan optimalisasi atas lahan dengan cara tumpangsari.
Mungkin bagi pembaca bisa bilang Apaan sih ini, tidak berguna sama sekali. It s OK, It s your right to say so.
Tetapi sebaliknya bagi anda yang merasa Oow... this info is very interesting dan anda pingin mencoba di lahan anda atau relasi anda. Inilah saat yang tepat. Kenapa begitu?
Karena bulan-bulan ini, sekitar Agustus - September, adalah bulan-bulan dimana musim kemarau mencapai anti klimaks, artinya musim penghujan sudah hampir tiba. Dan sebagaimana sudah sering saya ungkapkan, pada musim penghujan Porang akan mulai tumbuh.
Kalau anda baru mulai mempersiapkan lahan begitu musim hujan tiba, saya rasa akan sedikit terlambat. Kenapa, karena jika anda menggunakan buruh untuk mengolah, membuat lubang dan mempersipakan pupuk, pada awal musim hujan itu pasar buruh sedang ramai, karena mereka pasti mempersiapkan tanaman mereka sendiri. Pada awal musim hujan biasanya petani mulai menanam tanaman pokok mereka, dan pastilah anda akan menemui kesulitan untuk hire orang. Ini hanya opini saya, kecuali anda sudah punya karyawan tetap, kapanpun anda mulai tidak ada masalah.
Yang kedua, soal ketersediaan bibit dan harganya. Perlu diketahui, tren budidaya porang mulai berkembang, dan pasar bibit baik katak maupun umbi senantiasa bergerak mengikuti permintaan pasar. Ketika saya menulis ini di awal agustus 2008 harga Umbi masih berkisar Rp 8.000,- / kg dan harga katak Rp 15.000,- , saya tidak berani menjamin berapa harga beli umbi di akhir Bulan Agustus nanti. Artinya kalau anda memang sudah mantap untuk mencoba, mulailah sekarang juga.
Dan yang ketiga, soal lahan. Jika lahan milik anda sendiri, tentu tidak ada masalah dengan negosiasi bagi hasil atau mekanisme sewa. Sebaliknya jika lahan yang anda bidik untuk ditanami milih orang lain, atau hutan rakyat atau milik perhutani sekalipun. Pasti anda perlu waktu khusus untuk negosiasi, minimal minta ijin kepada pemilik atau penanggung jawab di sana.
Nah, mungkin sekaranglah waktu yang tepat untuk anda luangkan waktu dan mulai bergerilya.. Semoga sukses....
Seperti yang sudah saya paparkan pada tulisan yang lain mengenai potensi budidaya dan bisnis porang pada lahan perorangan , porang begitu menjanjikan, karena memanfaatkan lahan tidak produktif di bawah tegakan induk. Dalam arti lain, budidaya porang berarti melakukan optimalisasi atas lahan dengan cara tumpangsari.
Mungkin bagi pembaca bisa bilang Apaan sih ini, tidak berguna sama sekali. It s OK, It s your right to say so.
Tetapi sebaliknya bagi anda yang merasa Oow... this info is very interesting dan anda pingin mencoba di lahan anda atau relasi anda. Inilah saat yang tepat. Kenapa begitu?
Karena bulan-bulan ini, sekitar Agustus - September, adalah bulan-bulan dimana musim kemarau mencapai anti klimaks, artinya musim penghujan sudah hampir tiba. Dan sebagaimana sudah sering saya ungkapkan, pada musim penghujan Porang akan mulai tumbuh.
Kalau anda baru mulai mempersiapkan lahan begitu musim hujan tiba, saya rasa akan sedikit terlambat. Kenapa, karena jika anda menggunakan buruh untuk mengolah, membuat lubang dan mempersipakan pupuk, pada awal musim hujan itu pasar buruh sedang ramai, karena mereka pasti mempersiapkan tanaman mereka sendiri. Pada awal musim hujan biasanya petani mulai menanam tanaman pokok mereka, dan pastilah anda akan menemui kesulitan untuk hire orang. Ini hanya opini saya, kecuali anda sudah punya karyawan tetap, kapanpun anda mulai tidak ada masalah.
Yang kedua, soal ketersediaan bibit dan harganya. Perlu diketahui, tren budidaya porang mulai berkembang, dan pasar bibit baik katak maupun umbi senantiasa bergerak mengikuti permintaan pasar. Ketika saya menulis ini di awal agustus 2008 harga Umbi masih berkisar Rp 8.000,- / kg dan harga katak Rp 15.000,- , saya tidak berani menjamin berapa harga beli umbi di akhir Bulan Agustus nanti. Artinya kalau anda memang sudah mantap untuk mencoba, mulailah sekarang juga.
Dan yang ketiga, soal lahan. Jika lahan milik anda sendiri, tentu tidak ada masalah dengan negosiasi bagi hasil atau mekanisme sewa. Sebaliknya jika lahan yang anda bidik untuk ditanami milih orang lain, atau hutan rakyat atau milik perhutani sekalipun. Pasti anda perlu waktu khusus untuk negosiasi, minimal minta ijin kepada pemilik atau penanggung jawab di sana.
Nah, mungkin sekaranglah waktu yang tepat untuk anda luangkan waktu dan mulai bergerilya.. Semoga sukses....
Thursday, August 7, 2008
Mulai Menanam - Menyemai Harapan

Minggu yang lalu , minggu ke-4 Juli 2008, saya mulai menanam Porang di lahan yang sudah disiapkan. Di daerah Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar, Jateng.
Lahan seluas 5000 m 2 yang seluruhnya ditumbuhi pohon jati berusia kurang lebih 5 tahun, kira-kira tingginya baru 15 - 20 m. Dan lingkar batang rata-rata 25 - 35 cm. Mereka ditanam dengan kerapatan 1,5 m x 1, 5 m. Cukup rapat memang, tapi awalnya di pemilik lahan menginginkan agar tanamannya bisa tumbuh lurus ke atas, baru ketika mulai rapat, sebagian tanaman yang jelek batangnya atau terlalu rapat akan dikurangi bertahap.
Kembali ke penanaman porang. Lahan yang sudah siap tersebut saya minta digali dengan ukuran kurang lebih 1 m x 1 m. Tidak terlalu rapat memang, mengingat bibit yang saya siapkan adalah umbi dengan bobot rata-rata 4 ons. Malah ada umbi yang saya beli dari Trenggalek sudah berukuran kurang lebih 2 kg.
Lubang digali dengan ukuran rata-rata 30 x 40 x 20-25 cm. Sesuai petunjuk seorang teman, lubang galian berperan sebagai pot sebagaimana ketika kita bertanam tabulampot (tanaman buah dalam pot) sehingga hanya memberi ruang gerak optimal bagi perkembangan umbi. Tidak terlalu dalam, karena perkembangan umbi nantinya membesar ke samping atau ke atas.
Selanjutnya saya masukkan pupuk - murni pupuk kandang, karena pemilik lahan punya kotoran sapi sebanyak satu kandang hampir penuh, usianya sudah hampir 2 tahun tidak dipakai. Jadi dengan semangat penghematan, ya sudah semua kotoran yang ada kami tuang ke lubang. Ngirit.. he he...
Soal pupuk ini, seorang teman menyarankan pada waktu pupuk di tuang ke lubang terlebih dulu di campur dengan furadan atau EM4 yang berfungsi sebagai fungisida, membunuh jamur baik yang muncul dari tanah maupun dari bawaan pupuk kandang. Sayang saya tidak sempat melakukan sarannya.
Sebelum pupuk dimasukkan, umbi saya taruh lebih dulu di dasar lubang. Ada dua posisi yang saya cobakan, yaitu umbi tegak dengan tunas di atas dan posisi terbalik. Ada sumber yang mengatakan umbi dibalik akan memperbesar tumbuhnya panenan nanti. Tapi petani porang yang sudah berpengalaman mengatakan pembalikan umbi tidak berpengaruh apapun. Who knows.. makanya saya coba semua.
Setelah umbi masuk, baru pupuk dituangkan dan dicampur dengan tanah hingga munjung. Artinya ketinggian tumpukan tanah di atas tanah sekitarnya. Ini disarankan untuk mencegah air menggenang di bekas galian umbi.
Dari 800 lubang yang kami gali, semua umbi sudah tenang di tempatnya. Tinggal ada sisa bibit yang akan ditanam setelah datang musim hujan, oleh partner saya. Monggo kemawon silahkan..
Tinggal berdoa bareng-bareng agar hasil panenan mendatang seperti yang diharapkan bersama, dan jika eksperimen ini berhasil, semoga masyarakat mau meniru membudidayakan di lahan jati mereka. yang otomatis bisa lebih produktif, dibanding jika mereka membuka lahan untuk ditanami singkong.
Amiinn...
Lahan seluas 5000 m 2 yang seluruhnya ditumbuhi pohon jati berusia kurang lebih 5 tahun, kira-kira tingginya baru 15 - 20 m. Dan lingkar batang rata-rata 25 - 35 cm. Mereka ditanam dengan kerapatan 1,5 m x 1, 5 m. Cukup rapat memang, tapi awalnya di pemilik lahan menginginkan agar tanamannya bisa tumbuh lurus ke atas, baru ketika mulai rapat, sebagian tanaman yang jelek batangnya atau terlalu rapat akan dikurangi bertahap.
Kembali ke penanaman porang. Lahan yang sudah siap tersebut saya minta digali dengan ukuran kurang lebih 1 m x 1 m. Tidak terlalu rapat memang, mengingat bibit yang saya siapkan adalah umbi dengan bobot rata-rata 4 ons. Malah ada umbi yang saya beli dari Trenggalek sudah berukuran kurang lebih 2 kg.
Lubang digali dengan ukuran rata-rata 30 x 40 x 20-25 cm. Sesuai petunjuk seorang teman, lubang galian berperan sebagai pot sebagaimana ketika kita bertanam tabulampot (tanaman buah dalam pot) sehingga hanya memberi ruang gerak optimal bagi perkembangan umbi. Tidak terlalu dalam, karena perkembangan umbi nantinya membesar ke samping atau ke atas.
Selanjutnya saya masukkan pupuk - murni pupuk kandang, karena pemilik lahan punya kotoran sapi sebanyak satu kandang hampir penuh, usianya sudah hampir 2 tahun tidak dipakai. Jadi dengan semangat penghematan, ya sudah semua kotoran yang ada kami tuang ke lubang. Ngirit.. he he...
Soal pupuk ini, seorang teman menyarankan pada waktu pupuk di tuang ke lubang terlebih dulu di campur dengan furadan atau EM4 yang berfungsi sebagai fungisida, membunuh jamur baik yang muncul dari tanah maupun dari bawaan pupuk kandang. Sayang saya tidak sempat melakukan sarannya.
Sebelum pupuk dimasukkan, umbi saya taruh lebih dulu di dasar lubang. Ada dua posisi yang saya cobakan, yaitu umbi tegak dengan tunas di atas dan posisi terbalik. Ada sumber yang mengatakan umbi dibalik akan memperbesar tumbuhnya panenan nanti. Tapi petani porang yang sudah berpengalaman mengatakan pembalikan umbi tidak berpengaruh apapun. Who knows.. makanya saya coba semua.
Setelah umbi masuk, baru pupuk dituangkan dan dicampur dengan tanah hingga munjung. Artinya ketinggian tumpukan tanah di atas tanah sekitarnya. Ini disarankan untuk mencegah air menggenang di bekas galian umbi.
Dari 800 lubang yang kami gali, semua umbi sudah tenang di tempatnya. Tinggal ada sisa bibit yang akan ditanam setelah datang musim hujan, oleh partner saya. Monggo kemawon silahkan..
Tinggal berdoa bareng-bareng agar hasil panenan mendatang seperti yang diharapkan bersama, dan jika eksperimen ini berhasil, semoga masyarakat mau meniru membudidayakan di lahan jati mereka. yang otomatis bisa lebih produktif, dibanding jika mereka membuka lahan untuk ditanami singkong.
Amiinn...
Umbi Porang - Sistem Cerdas Pendeteksi Hujan

Secara alamiah, umbi porang diciptakan dengan mekanisme kerja luar biasa. Dalam tulisan saya sebelumnya, sudah saya sampaikan bahwa tanaman porang pada menjelang akhir musim hujan, akan layu dan batang semunya mengering. Dan terhitung pada saat itu, hingga sekitar satu bulan ke depan, adalah masa-masa terbaik persiapan panen. Saya bilang persiapan, karena kalau dipanen, masih belum layak karena kandungan air nya cukup tinggi. Dan kandungan air ini selain bisa menyebabkan miskalkulasi (karena berat air), juga bisa mengurangi daya tahan umbi ketika terkena udara luar.
Kembali ke umbi cerdas. Sebaliknya pada mendekati musim hujan. Sang umbi akan mendeteksi kelembaban udara, dan secara alamiah pula, titik tumbuh akan mulai berkembang membentuk semacam tunas yang berwarna kemerah-merahan. Dia akan terus berkembang hingga tiba saatnya ketika musim hujan datang, batang semu akan muncul di atas permukaan tanah.
Pertumbuhan tunas ini tidak bisa ditipu dengan guyuran air yang kontinyu ke umbi. Karena jika itu yang dilakukan, umbi malah akan busuk dan mengundang belatung yang memakan umbi. Itu sebabnya, porang mengharamkan tanah becek sebagai media tumbuhnya.
Belum lama berselang, sekitar minggu ke 3 juli 2008, saya menemui umbi di gudang saya mulai muncul tunas kemerahan. Seorang teman memang menyarankan untuk segera menanamnya, sehingga bisa terjaga kelembaban alamiah umbi tersebut. Juga karena biasanya agak susah mencari buruh untuk menanam kalau musim hujan terlanjur datang- mereka pilih menanam di lahan sendiri.
Mulailah saya menanam di lahan yang sudah disiapkan. Waktu itu, si pemilih lahan agak protes, kok masih panas begini sudah ditanam apa tidak kering. Saya memang berkeras menanam bibit di lahan yang tersedia. Tetapi si pemilik berkeras juga, agar sisa umbi yang kekurangan lubang ditahan dulu tidak ditanam, dan menantang teori siapa yang benar. He he... jadinya kayak berantem deh..
Entah ada hubungannya atau tidak , ternyata selang beberapa hari, cuaca selalu mendung di lokasi lahan. Memang belum juga turun hujan, tetapi saya rasakan kelembaban udara mulai meningkat belakangan ini. Yah.. siapa tahu memang si umbi lebih cerdas memilih masa tumbuh dia, daripada pemikiran manusia. Semoga.. biar saya bisa menang taruhan .. he he...Amin
Kembali ke umbi cerdas. Sebaliknya pada mendekati musim hujan. Sang umbi akan mendeteksi kelembaban udara, dan secara alamiah pula, titik tumbuh akan mulai berkembang membentuk semacam tunas yang berwarna kemerah-merahan. Dia akan terus berkembang hingga tiba saatnya ketika musim hujan datang, batang semu akan muncul di atas permukaan tanah.
Pertumbuhan tunas ini tidak bisa ditipu dengan guyuran air yang kontinyu ke umbi. Karena jika itu yang dilakukan, umbi malah akan busuk dan mengundang belatung yang memakan umbi. Itu sebabnya, porang mengharamkan tanah becek sebagai media tumbuhnya.
Belum lama berselang, sekitar minggu ke 3 juli 2008, saya menemui umbi di gudang saya mulai muncul tunas kemerahan. Seorang teman memang menyarankan untuk segera menanamnya, sehingga bisa terjaga kelembaban alamiah umbi tersebut. Juga karena biasanya agak susah mencari buruh untuk menanam kalau musim hujan terlanjur datang- mereka pilih menanam di lahan sendiri.
Mulailah saya menanam di lahan yang sudah disiapkan. Waktu itu, si pemilih lahan agak protes, kok masih panas begini sudah ditanam apa tidak kering. Saya memang berkeras menanam bibit di lahan yang tersedia. Tetapi si pemilik berkeras juga, agar sisa umbi yang kekurangan lubang ditahan dulu tidak ditanam, dan menantang teori siapa yang benar. He he... jadinya kayak berantem deh..
Entah ada hubungannya atau tidak , ternyata selang beberapa hari, cuaca selalu mendung di lokasi lahan. Memang belum juga turun hujan, tetapi saya rasakan kelembaban udara mulai meningkat belakangan ini. Yah.. siapa tahu memang si umbi lebih cerdas memilih masa tumbuh dia, daripada pemikiran manusia. Semoga.. biar saya bisa menang taruhan .. he he...Amin
Thursday, July 10, 2008
Porang -- Emas di Belantara

Meminjam judul yang di posting di situs trubus-online.com, yang menggambarkan betapa tinggi nilai jual porang, bukan semata-mata hiperbola untuk menarik minat saja.
Dari percobaan saya untuk mempublikasikan penjualan keripik porang di situs indonetwork.co.id sejak bulan April 2008. Ternyata respon sangat luar biasa dari para calon pembeli. Memang sebagian dari mereka - harus diakui - sepertinya hanya melihat permintaan yang bersliweran di dunia maya, dan tidak sedikit - yang saya berani bilang - hanya spekulan saja. Karena ketika mereka menanyakan kepada saya tentang ketersediaan stok, barang nya seperti apa, ciri-cirinya bagaimana, mereka tidak begitu tahu.
Namun ada juga yang terlihat begitu ahli dan menyatakan memiliki petani binaan di beberapa daerah. (Tetapi terus terang saya sendiri belum begitu mengenal mereka, baru sebatas telpon-atau sms an).
Harga yang ditawarkan pun cukup fantastis. Ada yang sampai pesan Porang basah seharga Rp 1.400 dan kering nya mencapai Rp 15.000,- per kg.
Padahal seorang teman di Surabaya yang order untuk keperluan ekspor ke hongkong pun, malah menantang saya untuk nitip menjualkan ke buyer lokal kalau ada yang berani beli di harga Rp 10.000,-
Terlepas dari kebenaran harga tertinggi yang benar mana. Terlihat bahwa demand semakin tinggi terhadap komoditi porang / Iles-iles / Acung / Badur (dua terakhir ini katanya dari bahasa Sunda - saya tidak begitu paham). Jauh di atas harga singkong yang hanya Rp 300 / kg nya dalam kondisi basah. Atau bisa naik lagi karena euforia bioetanol.
Nah, mungkin sekarang waktunya untuk mulai mengenal Porang, yang betul-betul emas di belantara.
Dari percobaan saya untuk mempublikasikan penjualan keripik porang di situs indonetwork.co.id sejak bulan April 2008. Ternyata respon sangat luar biasa dari para calon pembeli. Memang sebagian dari mereka - harus diakui - sepertinya hanya melihat permintaan yang bersliweran di dunia maya, dan tidak sedikit - yang saya berani bilang - hanya spekulan saja. Karena ketika mereka menanyakan kepada saya tentang ketersediaan stok, barang nya seperti apa, ciri-cirinya bagaimana, mereka tidak begitu tahu.
Namun ada juga yang terlihat begitu ahli dan menyatakan memiliki petani binaan di beberapa daerah. (Tetapi terus terang saya sendiri belum begitu mengenal mereka, baru sebatas telpon-atau sms an).
Harga yang ditawarkan pun cukup fantastis. Ada yang sampai pesan Porang basah seharga Rp 1.400 dan kering nya mencapai Rp 15.000,- per kg.
Padahal seorang teman di Surabaya yang order untuk keperluan ekspor ke hongkong pun, malah menantang saya untuk nitip menjualkan ke buyer lokal kalau ada yang berani beli di harga Rp 10.000,-
Terlepas dari kebenaran harga tertinggi yang benar mana. Terlihat bahwa demand semakin tinggi terhadap komoditi porang / Iles-iles / Acung / Badur (dua terakhir ini katanya dari bahasa Sunda - saya tidak begitu paham). Jauh di atas harga singkong yang hanya Rp 300 / kg nya dalam kondisi basah. Atau bisa naik lagi karena euforia bioetanol.
Nah, mungkin sekarang waktunya untuk mulai mengenal Porang, yang betul-betul emas di belantara.
Labels:
Bibit Porang,
Budidaya,
Emas,
Environment,
Hutan Jati,
Investasi,
Menanam Porang,
Peluang Bisnis,
Penghijauan,
Perhutani,
porang,
Tunas Porang
Tuesday, July 8, 2008
Eksploitasi Sekaligus Melestari
Selama ini, pengelolaan lahan hutan, dipahami para petani kita dengan menebang pohon hutan, dan menggantinya dengan tanaman semusim yang lebih cepat menghasilkan, seperti jagung, kacang, atau bahkan padi. Disamping lebih cepat memberikan hasil, alasan keterbatasan lahan pertanian dan terdesak kebutuhan ekonomi begitu akrab di telinga sebagi justifikasi tindakan ini. Haruskah selalu begitu?
Pertanyaan serupa mestinya dijawab oleh para pengelola hutan, dan oleh kita semua. Jangan sampai karena kepentingan jangka pendek, merusak dan merugikan kepentingan yang lebih besar dan jauh lebih banyak orang lagi. Seperti yang dilakukan aparat perhutani di purwodadi, dengan tajuk mengoptimalisasi aset, mereka mengkonversi TPK (tempat penimbunan kayu) menjadi lahan perumahan untuk karyawan dan umum dengan alasan defisit anggaran. lihat link : http://perhutani-purwodadi.com/mod.php?mod=userpage&menu=701&page_id=39. Begitu kontras nya dengan headline di situs tersebut :
Wahana Pelestari Hutan, Website Pecinta Tanaman, Perhutani KPH Purwodadi Online.
Tetapi saya bukan sedang membahas para pengemban amanah hutan di Purwodadi. Karena situs tersebut di posting tahun 2006. Bisa jadi sekarang lahan yang "baru akan" dikonversi ternyata malah sudah jadi perumahan dan Indomaret seperti rencana. Saya mencoba mengangkat pemikiran, bisakah kita lebih bersahabat dengan lingkungan- tepatnya hutan? Karena jika mereka diusahakan tetap lestari, bukan berarti kita tidak bisa memperoleh apa-apa. Yang begitu mendesak dan begitu sering diangkat adalah, laju penebangan hutan mempercepat pemanasan global dan pencairan es di kutub. Dan keuntungan ekonomis yang lain, seperti kayu hutan yang bisa menghasilkan, atau jika ingin lebih singkat lagi adalah, hutan yang rimbun ternyata bisa tetap menghasilkan komoditi yang mempunyai nilai jual tinggi.
Berbagai macam empon-empon atau tanaman jamu, yang belakangan di kenal sebagai fitofarmasi. Adalah hasil hutan - yang meski bisa juga di budidayakan di pekarangan - yang begitu terkenal di luar negeri. Majalah SWA edisi No 13-2008 mengulas seorang entrepreneur muda yang sukses menjual fitofarmasi ke luar negeri - dengan basis internet marketing.
Jadi timbul pertanyaan mendasar, kenapa selalu berpikir pendek untuk memperoleh keuntungan instan dengan menebang dan "mengeksploitasi hutan", jika dengan tetap membiarkan hutan lestaripun, bisa memberikan hasil yang luar biasa? Saatnya bagi kita untuk menjawab dengan tindakan.
Dalam blog ini saya mencoba memberi gambaran dengan pendekatan atas potensi bisnis porang, lengkap dengan kalkulasi investasi budidaya atas porang, kapan mulai menanam, bagaimana persiapan dan cara budidaya dan hal-hal lain terkait forest based entrepreneurship yang bisa dibangun atas dasar kelestarian hutan.
Pertanyaan serupa mestinya dijawab oleh para pengelola hutan, dan oleh kita semua. Jangan sampai karena kepentingan jangka pendek, merusak dan merugikan kepentingan yang lebih besar dan jauh lebih banyak orang lagi. Seperti yang dilakukan aparat perhutani di purwodadi, dengan tajuk mengoptimalisasi aset, mereka mengkonversi TPK (tempat penimbunan kayu) menjadi lahan perumahan untuk karyawan dan umum dengan alasan defisit anggaran. lihat link : http://perhutani-purwodadi.com/mod.php?mod=userpage&menu=701&page_id=39. Begitu kontras nya dengan headline di situs tersebut :
Wahana Pelestari Hutan, Website Pecinta Tanaman, Perhutani KPH Purwodadi Online.
Tetapi saya bukan sedang membahas para pengemban amanah hutan di Purwodadi. Karena situs tersebut di posting tahun 2006. Bisa jadi sekarang lahan yang "baru akan" dikonversi ternyata malah sudah jadi perumahan dan Indomaret seperti rencana. Saya mencoba mengangkat pemikiran, bisakah kita lebih bersahabat dengan lingkungan- tepatnya hutan? Karena jika mereka diusahakan tetap lestari, bukan berarti kita tidak bisa memperoleh apa-apa. Yang begitu mendesak dan begitu sering diangkat adalah, laju penebangan hutan mempercepat pemanasan global dan pencairan es di kutub. Dan keuntungan ekonomis yang lain, seperti kayu hutan yang bisa menghasilkan, atau jika ingin lebih singkat lagi adalah, hutan yang rimbun ternyata bisa tetap menghasilkan komoditi yang mempunyai nilai jual tinggi.
Berbagai macam empon-empon atau tanaman jamu, yang belakangan di kenal sebagai fitofarmasi. Adalah hasil hutan - yang meski bisa juga di budidayakan di pekarangan - yang begitu terkenal di luar negeri. Majalah SWA edisi No 13-2008 mengulas seorang entrepreneur muda yang sukses menjual fitofarmasi ke luar negeri - dengan basis internet marketing.
Jadi timbul pertanyaan mendasar, kenapa selalu berpikir pendek untuk memperoleh keuntungan instan dengan menebang dan "mengeksploitasi hutan", jika dengan tetap membiarkan hutan lestaripun, bisa memberikan hasil yang luar biasa? Saatnya bagi kita untuk menjawab dengan tindakan.
Dalam blog ini saya mencoba memberi gambaran dengan pendekatan atas potensi bisnis porang, lengkap dengan kalkulasi investasi budidaya atas porang, kapan mulai menanam, bagaimana persiapan dan cara budidaya dan hal-hal lain terkait forest based entrepreneurship yang bisa dibangun atas dasar kelestarian hutan.
Subscribe to:
Posts (Atom)