bisnis online

Monday, November 24, 2008

Porang vs Suweg, Bukan saudara kembar..


Meski judul di atas terlihat profokatif, bukan berarti saya bermaksud membenturkan kedua komoditi tersebut. Saya ingin memaparkan data data fisik yang menjadi ciri khas yang membedakan kedua tanaman ini. Beberapa kali saya temui rekan yang menganggap suweg sebagai porang yang bernilai ekonomis tinggi.

Sampai saat ini saya cukup bisa memahami kenapa begitu sulit mengajak teman, saudara atau kenalan, apalagi yang tidak kenal - untuk beramai-ramai membudidayakan Porang di kebun mereka yang menganggur karena tidak bisa ditanami dengan tanaman palawija atau tanaman pangan yang membutuhkan sinar matahari langsung.
Ada lagi alasan yang menyebabkan pemaparan saya mengenai potensi ekonomis porang kurang mereka minati (mungkin loh), adalah mereka menganggap suweg sama dengan Porang. Jadi mereka pikir tidak masuk akal jika makanan desa tersebut bisa laku dijual mahal.
Satu lagi alasan keengganan menanam Porang adalah, umbi tanaman ini tidak bisa langsung dikonsumsi, sementara jika dibandingkan dengan suweg, dengan sekedar direbus saja sudah bisa dimakan sebagai pengganti nasi.

Suweg bukan porang, begitu pula sebaliknya. Yang sering membingungkan adalah, karena nampak fisik luarnya 80% mirip. Tetapi meski begitu, kita masih memiliki kesempatan 20% untuk mengenali perbedaan diantara keduanya.

1. Keduanya memiliki daun yang 100% sama. Bentuk menjari, pangkal daun 3, kadang daun berwarna hijau cenderung gelap, kadang juga hijau cerah. Tetapi daun porang masih bisa kita kenali dengan melihat titik pangkal daunnya, pada tempat itu akan terlihat bulatan kecil berwarna hija cerah hingga coklat sebagai bakal tumbuhnya bulbil, titik tersebut mulai terlihat sejak tanaman berusia kurang lebih 2 bulan. Titik bulbil tersebut sangat kentara, jadi tidak perlu khawatir salah. Lebih jelas lagi pada tanaman dengan usia lebih dari satu tahun, karena titik pertumbuhan bulbil lebih banyak lagi, pada pangkal daun yang bercabang menyebar di banyak tempat.

2. Keduanya memiliki batang yang sama, berwarna hijau cerah dengan totol-totol putih. Tapi tunggu dulu, cobalah meraba batang tersebut dengan seksama. Tidak akan terlalu lama untuk memastikan bahwa salah satunya bertekstur kasar, sedang yang lainnya halus mulus. Batang yang halus inilah yang merupakan batang tanaman Porang, tidak akan salah.

3. Ketika umbi sudah dipanen, lihatlah kondisi fisik luarnya. Jika umbi memiliki titik-titik percabangan umbi, seperti terlihat berupa benjolan ke samping, maka pastilah itu umbi suweg, karena umbi porang berupa umbi tunggal. Lalu irislah sedikit umbinya, semakin terlihat dengan jelas perbedaan umbinya. Karena umbi suweg berwarna putih kadang cenderung berwarna ungu atau merah jambu, sedangkan umbi porang kuning cerah (ingat bendera partai Golkar? tidak akan salah lagi, warnanya seperti itu). Tetapi akan ada sedikit masalah jika anda menemui umbi berwarna kuning cerah, tetapi ada benjolan titik tumbuh, di beberapa daerah menamai umbi semacam itu dengan nama walur, dan bisa dipastikan itu bukan porang, karena serat umbinya kasar, sedangkan porang serat umbinya halus nyaris tak terlihat, hanya berupa titik-titik saja.

Baik, demikian paparan saya, semoga kita tidak salah lagi.

Monday, November 10, 2008

Pematang - Cara penanaman dengan double impact

Karakter umbi Amorphophallus Muelleri / Onchophillus adalah berkembang secara horizontal, melebar ke samping. Umbi ini terbentuk pada pangkal batang semu pada akhir musim penghujan, semakin mengembang, seiring dengan mengeringnya batang semu tersebut, menyimpan seluruh sari pati makanan ke dalam umbi yang merupakan batang asli, untuk cadangan selama masa dormant di musim kemarau.

Dengan cara penanaman konvensional (dan mungkin pernah saya utarakan di bagian lain blog ini juga), akan ditemui kesulitan untuk menemukan umbi yang batang semunya sudah mati. Karena meski tanah sedikit terangkat (membentuk gundukan), bagi orang-orang yang belum terbiasa akan kesulitan membedakannya dengan kondisi tanah di sekitar umbi. Jika tanah digali dengan cangkul secara sembarangan / acak, bisa berpotensi menyebabkan umbi tercangkul. Dimana jika umbi tidak utuh lagi, masa simpan akan lebih pendek.

Untuk mengantisipasi hal ini, penanaman iles-iles bisa dilakukan dengan menggunakan pematang, yaitu media tanam dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Jika penanaman dilakukan di lahan produksi dengan jarak tanam yang disarankan sebesar 50 cm x 100 cm, dimana 100 cm adalah jarak antar puncak pematang, dan lebar pematang mencapai 50 cm, dipisahkan parit sedalam kurang lebih 40 cm. Agar tunas porang yang tumbuh cepat mencapai permukaan tanah, kedalaman penanaman disarankan sebesar 3 - 4 kali ketebalan umbi. Misalnya ketebalan umbi / bibit 5 cm, maka bibit ditanam maksimal sedalam 20 cm. Karena tunas yang tidak segera bisa mencapai permukaan, bisa beresiko membusuk di dalam tanah.

Dengan cara ini, ada dua keuntungan yang bisa diperoleh. Pertama memudahkan untuk mengidentifikasi titik tanam dan mempermudah pemanenan. Kedua, parit akan membantu air lancar mengalir, menghindarkan umbi membusuk sebelum tumbuh, terlebih pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.

Metoda ini, selain cocok untuk lahan produksi, juga bisa diterapkan pada lahan persemaian. Hanya tinggal melakukan pengaturan jarak dan ukuran pematang, juga kedalaman lobang tanam.

Saturday, November 1, 2008

Biji Porang - Alternatif Memperbanyak Bibit



Pada awal tanaman porang berbunga, memang mengesankan, karena keindahan tampilannya. Sayang keindahan tersebut tak bertahan lama, hanya selang sekian hari setelah bunga mekar sempurna, maka segera kuntumnya kering dan layu, berganti dengan bonggol buah dengan biji-biji kecilnya.

Yang perlu diperhatikan adalah jika tanaman Porang kita banyak yang berbunga, sebenarnya ada sedikit kerugian pada hasil umbi tanaman yang berbunga tersebut, yaitu perkembangan umbinya tidak bisa optimal, karena makanan yang dihasilkan dikonversi menjadi bunga, kemudian buah dan biji.

Satu buah porang bisa menghasilkan kurang lebih 250 biji, tapi hanya sekitar 40%nya saja yang bisa tumbuh, tergantung kondisi lingkungan dan tingkat kematangan buah. Cukup menggiurkan untuk perbanyakan bibit. Tetapi tanaman porang baru mulai berbunga ketika sudah menginjak usia cukup "dewasa", yaitu 3 tahun atau lebih, padahal kita berharap Porang sudah bisa dipanen pada usia maksimal 2 tahun, dengan mengoptimalkan pemupukan.

Berbekal beberapa tangkai bunga Porang hadiah dari Pak Agung di Trenggalek, saya coba mengikuti petunjuk beliau untuk menyemaikan biji porang.


Biarkan buah dan biji melekat di tangkainya. Sampai ketika biji sudah rontok dengan sendirinya, artinya cukup matang untuk tumbuh pada musim berikut.


Siapkan media tanam, bisa berupa pasir halus, atau tanah. Harus terlindung dari sinar matahari langsung, tetapi harus dipastikan air hujan bisa membasahi media tanam tersebut. Sebarkan biji-biji secara merata,a rtinya tidak bertumpuk-tumpuk, dengan harapan kalau mereka tumbuh tidak saling bertabrakan.


Biarkan saja bibit tersebut, ketika musim hujan tiba dengan sendirinya tunas-tunas baru akan bermunculan. Ketika semaian sudah cukup besar, tinggi kira-kira 10 - 15 cm, waktunya untuk memindahkan mereka ke lokasi tanam yang sesungguhnya. Yang perlu dicatat, umbi panenan dari semaian biji, belum cukup besar untuk dipanen, karenanya, metode ini hanya untuk memperbanyak bibit pada musim berikutnya.