Yang saya temukan adalah kejutan...

Berawal dari gagasan memperkenalkan budidaya porang/iles-iles, sebagai salah satu komoditi andalan masyarakat desa, saya menyadari potensi pedesaan dan masyarakatnya yang bisa dikembangkan menjadi suatu kekuatan ekonomi yang-Insya Allah- sustainable. Kita harus menjawab satu demi satu persoalan yang timbul di pedesaan, dan bersama mencari jalan keluarnya. Kenapa kita? Karena hanya secara bersama-sama kita bisa menguaikan persoalan melalui langkah-langkah yang sistematis dan saling melengkapi.
Karena baru mulai menanam tahun ini, saya benar-benar menghayati betapa exciting nya saya sebagai petani mengikuti pertumbuhan 'bayi' yang baru tumbuh ini. Setiap hari helaian daun saya belai, mencari-cari jika hal-hal baru muncul. atau sekedar mengelap permukaannya dari debu atau kotoran yang menempel, konyol memang, tapi rasa yang membuncah tidak bisa diabaikan.
Dari pengalaman, sejauh ini porang adalah tanaman yang sederhana. Karena sama sekali tidak memerlukan perawatan, bahkan pemupukan adalah hal yang mewah bagi dia. Dia juga tanaman yang perkasa, karena - sejauh ini - belum diketahui hama yang bisa menyebabkan porang tidak sehat hingga mati. Dalam habitat aslinya - di hutan-hutan - porang tumbuh liar tanpa sentuhan pupuk ataupun insektisida.
Tetapi seperti kita tahu, pemberian pupuk sangat banyak bermanfaat untuk mempercepat perkembangan porang, terutama mensiasati siklus hidup porang yang rata-rata 6 bulanan. Sehingga masa panen porang yang secara alamiah baru tercapai pada tahun ketiga dengan berat individual umbi melebihi 2 kg, bisa dipercepat.