bisnis online

Wednesday, February 25, 2009

Paket Investasi - Menyelamatkan Hutan dengan Solusi 1

Semua sudah mahfum, bahwa kerusakan DAS Bengawan Solo terutama di hulu sungai sudah pada taraf sangat mengkhawatirkan. Sabuk hijau di sekitar aliran sungai yang merupakan daerah tangkapan hujan dan sekaligus penahan tanah dari erosi karena air hujan, sudah berubah menjadi lahan pertanian yang didominasi oleh tanaman semusim.


Tim Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 mencatat peringkat pertama vegetasi yang menutupi subsistem sekitar sungai adalah singkong. Maka sudah tepat jika Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis (3/1/2008), akhirnya mengemukakan niatnya mengambil langkah fundamental penyelamatan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. (Kompas, 8 Januari 2008)

Namun perlu dicermati bahwa program penghijauan bukan sekali ini saja dilakukan. Sudah banyak organisasi non pemerintah atau pemerintah sendiri yang memberikan bibit tanaman kepada warga di sekitar DAS Bengawan Solo dalam program reboisasi dengan tujuan menghijaukan kembali daerah di kanan-kiri sungai yang sudah berubah fungsi. Bahkan hutan sabuk hijau di sekitar hulu sungai Bengawan Solo, sebelum aliran sungai masuk ke kawasan Waduk Gajah Mungkur, adalah bukti bahwa pemerintah telah merencanakan peruntukan lahan sebagai langkah konservasi Bengawan Solo. Dimana sekian ratus meter dari aliran sungai adalah kawasan hutan lindung dengan tanaman keras seperti akasia, mahoni dan sengon. Hingga akhir tahun 80an hutan sabuk hijau tersebut masih cukup lebat, menjadi habitat burung liar, dan mampu menampung air hujan sebagai air tanah. Di dalam kawasan hutan lindung tersebut masih bisa ditemuai aliran kali kecil dengan airnya yang bening didiami ikan air tawar.

Fakta kerusakan hutan lindung pada sabuk hijau DAS Bengawan Solo, dengan segala permasalahannya semestinya dijadikan pelajaran dalam mengelola program penghijauan secara efektif. Harus dicermati masalah sosial dan ekonomi yang melatar belakangi kondisi tersebut, diantaranya sebagai berikut :


1. Kondisi perekonomian petani penggarap lahan DAS rata-rata kurang baik dan sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Lahan yang mereka miliki rata-rata lahan tadah hujan yang hanya bisa ditanami palawija pada musim hujan dan setelahnya ditanami singkong dengan hasil yang minim. Mengolah lahan pasang surut di bantaran sungai adalah alternatif menambah penghasilan bagi warga dengan lahan garapan terbatas ini.

2. Sabuk hijau DAS di bawah pengawasan mantri hutan. Mereka tidak efektif melakukan pengawasan karena beberapa hal, pertama mantri hutan seringkali tidak menempati rumah dinas yang disediakan dalam kawasan hutan, kedua karena keterbatasan personil tidak sebanding dengan area yang harus diawasai, ketiga karena tidak tegasnya para pelaksana di lapangan dalam menegakkan peraturan, keempat semakin hilangnya kesadaran masyarakat untuk tidak mengambil barang yang bukan hakknya, sebagai dampak dari budaya dan contoh koruptif dari para pembesar negara, kelima semakin beratnya tuntutan hidup karena perubahan pola hidup konsumerisme .

3. Perusakan dilakukan secara bertahap dan sistematis. Ranting-ranting dan dahan kecil dipotong untuk keperluan kayu bakar, kemudian sampah daun-daunan dibakar di pangkal pohon, lama kelamaan pohon akan kering dan mati, ketika itu baru pohon ditebang. Hal yang terlihat sederhana ini, akan membawa dampak luas ketika secara komunal dan terus menerus warga melakukan hal yang sama.

4. Program penghijauan dengan menyerahkan bibit tanaman kepada petani sangat tidak efektif. Karena tidak ada pengawasan dan evaluasi atas jalannya program. Kenyataan di lapangan bibit pohon tersebut bisa saja ditanam di lahan perorangan yang tidak termasuk dalam area penghijauan. Atau ketika ditanam di lahan penghijauan secara sengaja tidak diberikan perawatan yang memadai, sehingga akhirnya pohon tersebut pun mati. Akhirnya gerakan penghijauan yang dilakukan tak lebih hanya mekanisme menghambur-hamburkan anggaran dan bagi-bagi rejeki kepada para rekanan.

Bersambung ke bagian - 2

No comments: